English French German Spain Russian Japanese Arabic Chinese Simplified
Tafsir Qur'an: 2012
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda and jangan lupa untuk datang lagi

Sabtu, 26 Mei 2012

Kisah Israiliyyat dalam Kitab Tafsir dan Hadits

Read more: http://dharma-bali.blogspot.com/2012/10/memasang-star-rating-pada-posting.html#ixzz2CeNFrtpM
Read more: http://dharma-bali.blogspot.com/2012/10/memasang-star-rating-pada-posting.html#ixzz2CeNFrtpM

Selasa, 22 Mei 2012

Wacana Tafsir

Read more: http://dharma-bali.blogspot.com/2012/10/memasang-star-rating-pada-posting.html#ixzz2CeNFrtpM
Ø  Risalah  Islam
a.      Islam Risalah Terakhir [Q.S. Al-Ahzab: 40]
Islam merupakan risalah terakhir yang diturunkan untuk manusia, ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah nabi terkahir yang diutus kepada umat manusia seluruhnya dan sebagai penutup para nabi. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab: 40:
مَاكَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّنَۗ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمًا
 (الأحزب: ٤٠)
Artinya: “Muhammad itu bukanlah ayah dari seorang kamu, akan tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup sekalian nabi, dan Allah itu Maha Mengetahui akan segala sesuatu.”
Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, dalam buku tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Qur’anul Majid juz ke-4. Manafsirkan “maa kaana muhammadun abaa ahadinm mir rijaalikum walaakir rasuulallaahi wa khataman nabiyyiina”, Muhammad itu bukanlah ayah dari seseorang dari kamu, akan tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup seklian Nabi. Engkau adalah ayah dari ummat engkau dalam arti penghormatan dan kemuliaan dan dalam sifat kasih sayang sebagaimana Rasul-rasul yang lain terhadap ummatnya. Ringkasnya, bukanlah Muhammad itu ayah bagi ummatnya dalam arti haram beliau mengawini bekas istri seseorangpun ummatnya, tetapi beliau itu adalah ayah bagi segala orang mukmin[1].
Sedangkan Al-Maragi dalam terjemahan kitab tafsirnya yang berjudul Terjemah Tafsir Al-Maragi, menafsirkan “maa kaana muhammadun abaa ahadinm mir rijaalikum walaakir rasuulallaahi wa khataman nabiyyiina”, dengan “tidak sepatutnya kamu takut kepada seseorang pun dengan mengawini seseorang wanita bekas istri anak angkatmu, bukan anak kandungmu. Karena kamu bukanlah bapak dari seorangpun, tetapi kamu adalah Rasulullah dalam menyampaikan risalah-Nya kepada makhluk-Nya. Kamu adalah bapak dari setiap warga ummat, dalam arti mereka harus menghormati dan memuliakan kamu, sedang kamu wajib belas kasih kepada mereka, karena mereka memang demikianlah kebiasaan setiap rasul terhadap ummatnya[2].   
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Nabi Muhammad itu bukan ayah bagi seseorangpun akan tetapi ayah bagi ummatnya yang mukmin dalam arti penghormatan dan kemuliaan dan dalam sifat kasih sayang sebagaimana Rasul-rasul yang lain terhadap ummatnya, dan merupakan pembawa risalah dan penutup nabi-nabi. jadi tidak ada larangan bagi beliau untuk mengawini bekas istri anak angkatnya dikarenakan bukan anak kandung beliau.
Nabi Muhammad merupakan pembawa risalah yang diterima dari Tuhan-Nya dan disampaiakan kepada seluruh manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al- Jin: 23.
إِلَّا بَلٰغًا مِّنَ اللهِ وَرِسٰلٰتِهٖۗ.... (الجن:  ٢٣)
Artinya: “Aku tidak memiliki apa-apa terkecuali menyampaikan keterangan-keterangan dari Allah dan risalah-risalah-Nya….” (Q.S. Al-Jin: 23) 

b.      Kevakuman Risalah di Era Kontemporer  (Allah Tidak akan Mengazab suatu Kaum Sampai Dia mengutus Seorang Rasul dari Kaum Mereka) [Q.S. Al-Isra: 15]
Allah mengutus para rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu Allah kepada manusia, agar manusia berada di jalan yang lurus. Namun, orang-orang kafir tetap saja dalam kesesatan mereka, sehingga Allah memberikan azab kepada mereka karena keingkaran mereka terhadap rasul-rasul itu. Dan tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk membantah, karena Allah telah mengutus rasul-rasul kepada mereka, Sebagaiman firman Allah dalam surat Al-Isra: 15.
مَنِ اهْتَدٰى فَاِنَّمَا يَهْتَدِيْ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ ضَلَّ فَاِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَاۗ وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلاً
(الاسرا:١٥)  
Artinya: “Barang siapa mendapat petunjuk, maka sesungguhnya ia mendapat petunjuk untuk dirinya, dan barang siapa yang sesat maka sesungguhnya kesesatannya itu atas dirnya pula. Dan seorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain dan tidaklah Kami mengazab suatu kaum hingga Kami utuskan seorang rasul.” (Q.S. Al-Isra: 15)
Ash-Shiddiqy, menafsirkan “Wa maa kunnaa mu’adzabina hattaa nab’atsa rasulaa”, Dan tidak akan Kami binasakan suatu ummat, kecuali jika sudah Kami utuskan kepada mereka rasul-rasul Kami dan mengemukakan tanda-tanda kekuasaan Kami. Kata Imam Al-Ghazali: “Sesudah Muhammad dibangkitkan ada tiga golongan manusia: pertama, mereka yang tidak sampai kepadanya dakwah Nabi dan sama sekali tidak pernah mendengar tentang diri Nabi. Mereka itu pasti masuk ke surga. Kedua, mereka yang sampai kepadanya dakwah Nabi dan melihat mukjizat-mukjizat Nabi, tetapi mereka mengingkarinya, sebagai keadaan orang kafir masa kini, mereka pasti masuk ke neraka. Ketiga, mereka yang sampai kepadanya dakwah Nabi dan mendengar tentang keadaan diri Nabi, tetapi menurut gambaran dari orang-orang yang hendak menyesatkan, mereka diharamkan memperoleh surga.[3]
Dalam buku terjemah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, tafsir “Wa maa kunnaa mu’adzabina hattaa nab’atsa rasulaa”, “merupakan pemberitahuan ihwal keadilan Allah Ta’ala; bahwasanya Dia tidak akan mengazab seseorang pun kecuali setelah ditegakkannya hujjah melalui pengutusan rasul. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala, “Setiap kali dilemparkan sekumpulan orang kafir, penjaga-penjaga bertanya kepada mereka, ‘apakah belum pernah datang kepada kamu seorang pemberi peringatan ?’ Mereka menjawab, ‘Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan dan kami katakan, ‘Allah tidak menurunkan apapun.’ Kamu tidak lain dalam kesesatan yang nyata[4].”
Kemudian, apabila Allah tidak mengutus seorang rasul kepada orang-orang kafir, maka orang-orang kafir ketika mereka dilemparkan ke dalam neraka niscaya mereka akan menolaknya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha: 134.
وَلَوْ اَنَّآ اَهْلَكْنٰهُمْ بِعَذَابٍ مِّنْ قَبْلِهٖ لَقَالُوْا رَبَّنَا لَوْلآَ اَرْسَلْتَ اِلَيْنَا رَسُوْلاً فَنَتَّبِعَ اٰيٰتِكَ مِنْ قَبْلِ اَنَّذِلَّ وَنَخْزٰى.
(طه: ١٣٤)
Artinya: “Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan sesuatu azab sebelumnya (rasul), tentulah mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, mengapakah tiada Engkau utus kepada kami seseorang rasul, lalu kami ikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami mendapatkan kehinaan dan keaiban.” (Q.S. Thaha: 134)
            Ash-Shiddiqy menafsirkan, ‘Sekiranya Kami membinasakan mereka yang mendustakan kebenaran itu dengan suatu azab yang memusnahkan mereka sebelum kami utuskan Muhammad rasul yang mulia ini dan sebelum kami turunkan Al-Qur’an ini, tentulah mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, mengapakah Engkau tiada mengutuskan kepada kami seorang rasul sebelum Engkau membinasakan kami, agar dapatlah kami mengimaninya dan mengikutinya.[5]
            Itulah gambaran Allah tentang orang-orang yang mendustakan rasul-Nya, mereka dibinasakan oleh Allah dan tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk menolak azab karena Allah SWT telah mengutus kepada mereka seorang rasul yang membawa risalah dari-Nya.

c.       Pendapat Bahwa Akal Adalah “Rasul” Internal (Manusia dapat Mengetahui Baik dan Buruk Secara mandiri Tanpa Harus Melalui Risalah dan Wahyu)  
Mengenai wacana tentang Manusia dapat mengetahui  baik dan buruk tanpa melalui risalah adalah pendapat Muhammad Abduh. Muhammad Abduh memberikan peranan yang sangat besar kepada akal. Menurut Abduh akal dapat mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1)      Tuhan dan sifat-sifat-Nya;
2)      Keberadaan hidup di akhirat;
3)      Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat;
4)      Kewajiban manusia mengenal Tuhan;
5)      Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat;
6)      Hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
Menurut Abduh, wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan untukmenjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat; mengatur kehidupan masyarakat atas dasar-dasar prinsip umum yang dibawanya; menyempurnakan pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya; dan mengetahui cara beribadah dan berterima kasih kepada Tuhan.[6]
Jadi menurut Muhammad Abduh, akal bisa mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya dan wahyu sebagai penolong dan penyempurna akal dalam mengetahui Tuhan dan hal-hal yang ghaib.
   
Ø  Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Manusia Sebagai Makhluk Spritual/Religius di Tengah Pluralitas Agama

·         Nilai-nilai Kemasyarakatan dalam Al-Qur’an
Islam sangat menjunjung tinggi terhadap nilai-nilai kemasyarakatan. Dalam kehidupan bermasyarakat kita harus saling menghargai, mennghormati dan meniadakan perbedaan-perbedaan di antara sesama anggota masyrakat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-hujurat ayat 11:
يَآَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْ لاَيَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ فَوَرُبَّ اَشْعَثَ اَغْبَرَ ذِيْ طِمْرَيْنِ لاَيُؤَبَّهُ لَهُ لَوْ اَقْسَمَ عَلَى اللهِ تَعَالَى لَأَبَرَّهُ وَلاَ نِسَآءٌ مِّنْ نِسَآءٍ عَسٰٓ اَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلاَتَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ بِئْسَى اْلاِسْمُ اْلفُسُوْقُ بَعْدَ اْلاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰالِمُوْنَ. 
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum menolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan perempuan) yang lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelaran-gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Q.S. Al-hujurat: 11) 

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy menafsirkan “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu laa yaskhar qaumum min qaumin”, ‘hai orang-orang yang telah beriman! Janganlah suatu golongan menghina segolongan yang lain, baik dengan membeberkan keaiban golongan-golongan itu dengan mengejek, atau dengan cara menghina, baik dengan perkataan, atau pun dengan isyarat atau dengan menertawakan orang yang dihina itu bila timbul sesuatu kesalahan. “’Asaa anyakuunuu khairan minhum” ditafsirkan dengan ‘Karena boleh jadi orang yang dihinakan itu lebih baik di sisi Allah daripada orang yang manghinanya’.  Kemudian “walaa nisaaun min nisaain ‘asaa ayyakunna khairam minhunna” ditafsirkan dengan ‘Janganlah pula segolongan wanita menghina dan mengejek golongan wanita lain, karena kerap kali yang dihina itu lebih baik di sisi Allah’. Selanjutnya “walaa talmizuu anfusakum walaa tanaabazuu bil alqaabi” dengan ‘memberi pengertian bahwa mwncela orang lain sama dengan mencela diri sendiri. Hal ini bahwa sekalian mukmin itu dipandang satu tubuh, yang apabila sakit salah satu anggotanya, maka seluruh tubuhnya merasa sakit pula.  Dan janganlah kamu saling memanggil mereka dengan gelaran yang mengandung ejekan, jangnlah sebagian kamu memanggil sebagian yang lain dengan gelaran-gelaran buruk,umpamanya: “Hai munafik! Hai fasik! Atau dia mengatakan kepada orang-orang yang telah memeluk Islam: Hai Yahudi, hai Nashrani!’.  Dan “Bi’sal ismal fusuuqu ba’dal iimaan, wa man lam yatub fa ulaaika humudz dzaalimuun” dengan, ‘Sejahat-jahat sebutan sesudah beriman ialah gelaran fasiq’. Semua ulamaberpendapat bahwa haram kita memanggil seseorang dengan gelaran yang tidak ia senangi, baik sifatnya sendiri atau orang tuanya, atau pun sifat keluarganya.[7]
Di dalam ayat ini Allah menegaskan kepada orang-orang yang telah beriman agar tidak mengejek dan menghina yang lainnya, baik dengan cara menertawakannya atau pun dengan isyarat yang ini bisa mengganggu orang lain. Sebagai orang yang beriman kita harus menjaga hubungan yang baik dengan orang-orang yang beriman lainnya. Karena boleh jadi orang yang diejek itu lebih baik dari yang mengejeknya,. Sebagaimana Nabi berkataa: “Banyak sekali orang yang berpakaian compang-camping, akan tetapi bila mereka bersumpah dengan nama Allah, Allah memenuhi sumpahnya itu.” Ini menunjukkan bahwa mereka itu lebih baik sehingga Allah memenuhi sumpah mereka.






SUMBER BACAAN

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy. 1995. Tafsir Al-Qur’anul Majid AN Nur. Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang
Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly dan Anshori Umar Sitanggal. 1987. Terjemah Tafsir Al-Maragi (Ahmad Mustafa Al Maragi. 1394 H/1974 M. Tafsir Al Maragi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi). Semarang: Toha Putra Semarang
Syihabuddin. 1999. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Muhammad Nasib Ar-Rifa’I. 1410. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu katsir Jilid 3. Riyadh: Maktabah Ma’arif). Jakarta: Gema Insani Press
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2001, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia


[1] Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, 1995, Tafsir Al-Qur’anul Majid AN Nur, Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang, cet.II, Jakarta: Rizky Grafis, juz 4, hal. 3184.
[2] Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly dan Anshori Umar Sitanggal, 1987, Terjemah Tafsir Al-Maragi (Ahmad Mustafa Al Maragi, 1394 H/1974M, Tafsir Al Maragi, Mesir: Mustafa Al-Babi Al-Halabi), Semarang: Toha Putra Semarang, cet. I, hal.26.   
[3] Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy. Op. cit. juz 3, hal. 2236.
[4] Syihabuddin, 1999, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, 1410, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu katsir, Jilid 3, Riyadh: Maktabah Ma’arif), Jakarta: Gema Insani Press, hal. 34-36. 
[5] Ibid, hal. 2500.
[6] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2001, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, hal. 213-214.
[7] Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Lok. Cit.
Read more: http://dharma-bali.blogspot.com/2012/10/memasang-star-rating-pada-posting.html#ixzz2CeNFrtpM
Read more: http://dharma-bali.blogspot.com/2012/10/memasang-star-rating-pada-posting.html#ixzz2CeOtULfM